Jumat, 05 Februari 2010

Waktu Bukanlah Uang

Waktu adalah uang


Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3)
(al ashr 1-3)

Begitu pentingnya masa (usia) itu, hinggakan Allah bersumpah dengannya. Sehubungan dengan hal ini, Imam Syafi’i pernah mengatakan:

“Jika sekiranya Al-Quran itu terdiri daripada satu surah saja, maka surah Al-’Asr sudah cukup untuk menjadi pedoman kehidupan manusia.

dalam suatu riwayat ,seorang khalifah islam Umar bin Abdul Aziz. Suatu malam, karena sangat lelah, Umar menolak kunjungan seorang warga. “Esok pagi saja!” ucapnya spontan. Khalifah Umar berharap esok pagi ia bisa lebih segar sehingga urusan bisa diselesaikan dengan baik.

Tapi, sebuah ucapan tak terduga tiba-tiba menyentak kesadaran Khalifah kelima ini. Warga itu mengatakan, “Wahai Umar, apakah kamu yakin akan tetap hidup esok pagi?” Deg. Umar pun langsung beristighfar. Saat itu juga, ia menerima kunjungan warga itu.

peluang dalam mengerjakan kebaikan lambat laun akan hilang seiring berjalannya waktu.. masa bayi, kecil, remaja, dewasa, dan bahkan ketika menjadi tua..


Tak banyak yang sadar, begitu banyak peluang menghilang

Kadang, seseorang menganggap biasa mengisi hari-hari dengan santai, televisi, dan berbagai mainan. Bahkan ada yang bisa berjam-jam bersibuk-sibuk dengan video game. Sedikit pun tak muncul rasa kehilangan. Apalagi penyesalan.

Padahal kalau dihitung, amal kita akan terlihat sedikit jika dibanding dengan kesibukan rutin lain. Dengan usia tiga puluh tahun, misalnya. Selama itu, jika tiap hari seorang tidur delapan jam, ternyata ia sudah tidur selama 87.600 jam. Ini sama dengan 3.650 hari, atau selama sepuluh tahun. Dengan kata lain, selama tiga puluh tahun hidup, sepertiganya cuma habis buat tidur.

Jika orang itu menghabiskan empat jam buat nonton televisi, setidaknya, ia sudah menonton televisi selama 43.200 jam. Itu sama dengan 1.800 hari, atau lima tahun. Bayangkan, dari tiga puluh tahun hidup, lima tahun cuma habis buat nonton teve. Belum lagi urusan-urusan lain. Bisa ngobrol, curhat, ngerumpi, jalan-jalan, dan sebagainya.

Lalu, berapa banyak porsi waktunya buat ibadah? Kalau satu salat wajib menghabiskan waktu sepuluh menit, satu hari ia salat selama lima puluh menit. Ditambah zikir dan tilawah selama tiga puluh menit, ia beribadah selama delapan puluh menit per hari. Jika dikurangi sepuluh tahun karena usia kanak-kanak, ia baru beribadah selama 1.600 jam. Atau, 1,8 persen dari waktu tidur. Atau, 3,7 persen dari lama nonton teve. Betapa banyak peluang yang terbuang. Betapa banyak waktu berlalu tanpa nilai. sedangkan dalam FirmanNya : “ Dan tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya beribadah kepadaKu.”[QS Ad Dzariyaat 56]. sungguh
Maha Benar Allah dalam firman-Nya,

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran.” (Al-Ashr: 1-3)


Tiap yang bernyawa pasti mati. Termasuk, manusia. Kalau dirata-rata, usia manusia saat ini tidak lebih dari enam puluhan tahun. Atau, setara dengan dua belas kali pemilu di Indonesia. Waktu yang begitu sedikit.

Ibnu Quddamah RA, menasihati kita untuk selalu menghargai waktu. “Ketahuilah, waktu hidupmu terbatas. Nafasmu sudah terhitung. Setiap desah nafas akan mengurangi bagian dari dunia. Setiap bagian usia adalah mutiara yang mahal, tak ada bandingannya, “. Demikian ucap Ibnu Quddamah. Dia melanjutkan bahwa satu desah nafas bila digunakan untuk kebaikan, bisa berharga ribuan tahun dalam kenikmatan. Tapi sebaliknya, satu desah nafas bisa menciptakan kesengsaraan ribuan tahun. “Jika engkau memiliki mutiara dunia, engkau pasti sangat terpukul saat mutiara itu hilang. Bagaimana engkau bisa menghilangkan mutiara akhirat dan kebahagiaanmu dengan menyia-nyiakan jam demi jam dan waktu- waktumu? Bagaimana engkau bisa bersedih bila kehilangan usiamu tanpa ada yang bisa menggantikannya?”.

Saatnya buat orang-orang beriman memaknai waktu. Biarlah orang mengatakan waktu adalah uang. Orang beriman akan bilang,

“Waktu adalah pahala!”



sebuah syair ahli hikmah mengatakan :

“Aku tangisi zaman muda yang telah pergi. Wahai kiranya muda, bilakah akan kembali lagi kepada kami? Sekiranya muda dapat dijual, maka akan ku bayar kepada penjualnya berapapun harga yang dikehendakinya. Tetapi masa muda itu, bila dia telah pergi menjauh, maka dia tidak akan kembali lagi…”

"menyia-nyiakan waktu itu lebih berbahaya ketimbang kematian. “Kematian hanya memisahkan kamu dari dunia dan penghuninya. Tapi menyia-nyiakan waktu akan memisahkanmu dari Allah dan akhirat…”.


marilah kita sama-sama merenungi,.,.,
waktu yang sudah kita lalui.,.,.



Kita bangun tidur di waktu subuh dan kemudian membasuh wajah dengan air wudlu yang segar. Sesudah melaksanakan sholat dan berdoa. Cobalah menghadap cermin di dinding. Di sana kita mulai meneliti diri :


1.Lihatlah kepala kita!

Apakah ia sudah kita tundukkan, rukukkan dan sujudkan dengan segenap kepasrahan seorang hamba fana tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa, atau ia tetap tengadah dengan segenap keangkuhan, kecongkakan dan kesombongan seorang manusia di dalam pikirannya?


2. Lihatlah mata kita!
Apakah ia sudah kita gunakan untuk menatap keindahan dan keagungan ciptaan-ciptaan Allah Yang Maha Kuasa, atau kita gunakan untuk melihat segala pemandangan dan kemaksiatan yang dilarang?

3. Lihatlah telinga Kita!



Apakah ia sudah kita gunakan untuk mendengarkan suara adzan, bacaan Al Qur’an, seruan kebaikan, atau kita gunakan buat mendengarkan suara-suara yang sia-sia tiada bermakna?

4. Lihatlah hidung Kita!


Apakah sudah kita gunakan untuk mencium sajadah yang terhampar di tempat sholat, mencium istri, suami dan anak-anak tercinta serta mencium kepala anak-anak papa yang kehilangan cinta bunda dan ayahnya?


5. Lihatlah mulut kita!


Apakah sudah kita gunakan untuk mengatakan kebenaran dan kebaikan, nasehat-nasehat bermanfaat serta kata-kata bermakna atau kita gunakan untuk mengatakan kata-kata tak berguna dan berbisa, mengeluarkan tahafaul lisan alias penyakit lisan seperti: bergibah, memfitnah, mengadu domba, berdusta bahkan menyakiti hati sesama?


6. Lihatlah tangan Kita!


Apakah sudah kita gunakan buat bersedekah, membantu sesama yang kena musibah, mencipta karya-karya yang berguna atau kita gunakan untuk mencuri, korupsi, menzalimi orang lain serta merampas hak-hak serta harta-harta orang yang tak berdaya?


7. Lihatlah kaki Kita!
Apakah sudah kita gunakan untuk melangkah ke tempat ibadah, ke tempat menuntut ilmu bermutu, ke tempat-tempat pengajian yang kian mendekatkan perasaan kepada Allah Yang Maha Penyayang atau kita gunakan untuk melangkah ke tempat maksiat dan kejahatan?

8. Lihatlah dada Kita!
Apakah di dalamnya tersimpan perasaan yang lapang,sabar, tawakal dan keikhlasan serta perasaan selalu bersyukur kepada Allah Yang Maha Bijaksana, atau di dalamnya tertanam ladang jiwa yang tumbuh subur daun-daun takabur, biji-biji bakhil, benih iri hati dan dengki serta pepohonan berbuah riya?

9. Lihatlah diri kita

Apakah kita sering tadabur, Tafakur dan selalu bersyukur pada karunia yang kita terima dari Allah Yang Maha Perkasa?


Semua yang diberikan Allah swt hanyalah titipan, dan sewaktu-waktu dan kapan saja bisa diambilNya,
di dunia kia hanyalah penghutang, yang sewaktu-waktu hutang itu akan ditagih bila waktunya tiba, didunia kita hanalah seorang hamba sahaya, yang semestinya patuh dan taat kepada tuannya (ALLAH SWT), 
di dunia kita diberikan rasa cinta, yang diamanahkan untut memberikan Warna yang indah dan menemukan Hakikat Cinta sejati.. Yakni kepada Ilahi Rabbi.. wallahu'alam..
Read More..

Kamis, 21 Januari 2010

Rumah yang kita bangun sendiri

Dalam kehidupan ini kita tentunya kita ingin mencapai yang namanya kesuksesan baik di dunia maupun akherat. Tentunya kesuksesan tak lepas dengan kesungguhan & keihlasan dalam beramal, Ini adalah sebuah kisah yang mengambarkan bagaimana kesuksesan itu adalah kita sendiri yang membangunnya. semoga kita bisa merenunginya....


Alkisah

, Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya. Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan.

Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta oleh tuannya.Hasilnya bukanlah sebuah rumah yang baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu.

'Ini adalah rumahmu, ' katanya, 'hadiah dari kami.' Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Teman, itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan dan kurang bertanggung jawab.Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik.

Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri.

Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan 'rumah' yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. begitu juga dalam kehidupan kita, kita beribadah, sekolah, berorganisasi, bermasyarakat atau sedang mengemban berbagai amanah, maka lakukanlah dengan penuh kesungguhan & juga keikhlasan. Mari kita selesaikan 'rumah' kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup..
Read More..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...